Radang (Inflamasi)

Definisi Radang

Radang atau inflamasi  adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal (Mitchel & Cotran, 2003). Inflamasi melaksanakan tugas pertahanannya dengan mengencerkan, menghancurkan atau menetralkan agen berbahaya (misalnya mikroba atau toksin). Inflamasi kemudian menggerakkan berbagai kejadian yang akhirnya menyembuhkan dan menyusun kembali tempat terjadinya jejas. Dengan demikian, inflamasi juga terkait erta dengan proses perbaikan, yang mengganti jaringan yang rusak dengan regenerasi sel parenkim, dan atau dengan pengisian setiap defek yang tersisa dengan jaringan parut fibrosa (Kumala et al., 1998; Mitchel & Cotran, 2003).

Pada saat respon radang meliputi suatu  perangkat kompleks berbagai kejadian yang sangat harmonis, garis besar suatu inflamasi adalah sebagai berikut. Stimulus awal radang memicu pelepasan mediator kimia dari plasma atau dari jaringan ikat. Mediator terlarut itu, bekerja bersama atau secara berurutan, memperkuat respon awal radang dan mempengaruhi perubahannya dengan mengatur respon vaskular dan selular berikutnya. Respon radang diakhiri ketika stimulus yang membahayakan menghilang dan mediator radang telah hilang, dikatabolisme atau diinhibisi (Mitchel & Cotran, 2003).

Pada bentuk akutnya ditandai oleh tanda klasik : nyeri (dolor), panas (kolor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (fungsiolesa). Secara histologis, menyangkut rangkaian kejadian yang rumit, mencakup dilatasi arteriol, kapiler, dan venula, disertai peningkatan permeabilitas dan aliran darah; eksudasi cairan, termasuk protein plasma; dan migrasi leukositik ke dalam fokus peradangan. (Kumala et al., 1998; Spector, 1993).

Tanda-Tanda Radang

Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini (Tabel 1) masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi) (Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003).

Tabel 1. Tanda-tanda kardinal inflamasi

Sumber: Gurenlian, 2006

Rubor

Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Dengan demikian, lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamin (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

Kalor

Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari  37 °C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37°C, hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

Dolor

Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang. Pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

Tumor

Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat. (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

Functio Laesa

Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams, 1995).

: Copyright ©2011, Ali Taqwim [dentistalit@yahoo.co.id] :

Next chapter : mekanisme radang (akut dan kronis), mediator kimia peradangan

Tinggalkan komentar